darulmaarif.net – Indramayu, 05 Juli 2025 | 10.00 WIB
Di tengah maraknya diskusi keislaman di media sosial, muncul kembali pertanyaan kontroversial: “Benarkah puasa ‘Asyura adalah tradisi jahiliyah?” Sebagian orang meragukan keabsahan puasa ini karena praktiknya telah ada sebelum datangnya Islam, bahkan dilakukan oleh kaum Quraisy jahiliyah. Namun, benarkah karena itu lantas puasa ‘Asyura ditinggalkan? Mari kita telusuri penjelasan para Ulama dan hadits-hadits sahih mengenai puasa ‘Asyura, agar tidak terjebak dalam kesimpulan yang gegabah dan menyesatkan.
Apa Itu Puasa ‘Asyura?
Puasa ‘Asyura adalah puasa sunah yang dikerjakan pada tanggal 10 Muharram. Dalam syariat Islam, hari tersebut memiliki keutamaan khusus, salah satunya adalah dapat menghapus dosa-dosa kecil selama satu tahun sebelumnya. Ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih klasik:
فصل فِي صَوْم التَّطَوُّع (و) الثَّانِي صَوْم يَوْم (عَاشُورَاء) وَهُوَ عَاشر الْمحرم لِأَنَّهُ صلّى اللّه عَلَيْهِ وَسلم سُئِلَ عَنهُ فَقَالَ: “يكفر السّنة الْمَاضِيَة”
Artinya: “(Pasal tentang puasa sunnah: Yang kedua adalah puasa ‘Asyura, yaitu tanggal sepuluh bulan Muharram, karena Rosululloh SAW pernah ditanya tentangnya, lalu beliau bersabda: “(Puasa ini) dapat menghapus dosa setahun yang lalu.”)
Hadits-Hadits Shahih tentang Puasa ‘Asyura
Dalam hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim, Ibnu Abbas ra. menjelaskan bahwa Rosululloh SAW berpuasa ‘Asyura bahkan sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan. Ketika beliau hijrah ke Madinah dan melihat orang Yahudi juga berpuasa pada hari itu, beliau tetap melestarikannya, bukan karena meniru, tetapi karena berpegang pada wahyu dan penghormatan terhadap sejarah para Nabi.
قَدِمَ النَّبِيُّ ﷺ المَدِينَةَ، فَرَأَى اليَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: “مَا هَذَا؟”، قَالُوا: “هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ، هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ، فَصَامَهُ مُوسَى”، قَالَ: “فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ”، فَصَامَهُ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.
Artinya: “(Nabi SAW tiba di Madinah dan melihat orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Beliau bertanya: “Apa ini?” Mereka menjawab: “Ini hari yang baik, hari ketika Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka Nabi Musa pun berpuasa.” Lalu Nabi SAW bersabda: “Saya lebih berhak terhadap Musa daripada kalian.” Maka beliau pun berpuasa dan memerintahkan umat Islam untuk ikut berpuasa.) (HR. Im Bukhori dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa Nabi SAW tidak mengikuti tradisi kaum Yahudi secara membabi buta, melainkan menyempurnakannya sesuai dengan petunjuk wahyu. Apalagi, puasa ‘Asyura juga telah dilakukan Nabi Muhammad SAW sendiri sejak zaman Mekah, sebelum beliau hijrah ke Madinah.
Apakah Puasa ‘Asyura Tradisi Jahiliyah?
Memang benar bahwa kaum Quraisy di masa jahiliyah juga melakukan puasa pada hari ‘Asyura. Namun, Baginda Nabi Muhammad SAW telah melakukan puasa ini jauh sebelum hijrah ke Madinah. Dalam riwayat Aisyah ra., dijelaskan bahwa Rosululloh SAW telah berpuasa ‘Asyura bersama kaum Quraisy, dan ketika tiba di Madinah, beliau tetap melestarikannya.
كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ، فَلَمَّا قَدِمَ المَدِينَةَ صَامَهُ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ
Artinya: “Kaum Musyrik Quraisy mengerjakan puasa pada hari ‘Asyura sejak zaman jahiliyah. Demikian pula Rosululloh SAW mengerjakan puasa ‘Asyura. Ketika beliau tiba di Madinah, maka beliau berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Kemudian ketika puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan puasa hari ‘Asyura. Maka barangsiapa ingin, ia boleh berpuasa ‘Asyura. Dan barangsiapa ingin, ia boleh tidak berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim, dalam kitab Fathul Bary syarah Shohih Bukhori)
Maka dari itu, tidak tepat jika puasa ‘Asyura disebut sebagai tradisi jahiliyah yang bertentangan dengan Islam. Justru sebaliknya, Rosululloh SAW melestarikan puasa ini karena memiliki landasan dari para Nabi terdahulu, terutama Nabi Musa ‘Alaihissalam., serta dijadikan bagian dari syari’at Islam sebagai ibadah yang sangat dianjurkan.
Penjelasan Ulama tentang Puasa ‘Asyura
Imam Al-Qurthubi, dalam syarahnya terhadap hadits ini, menjelaskan bahwa kemungkinan besar kaum Quraisy mewarisi puasa ‘Asyura dari syariat Nabi Ibrahim as., dan Rosululloh SAW melakukannya karena memang telah ada dasar syariatnya.
قال القرطبي: لعل قريشا كانوا يستندون في صومه إلى شرع من مضى كإبراهيم ، وصوم رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يحتمل أن يكون بحكم الموافقة لهم كما في الحج ، أو أذن الله له في صيامه على أنه فعل خير ، فلما هاجر ووجد اليهود يصومونه وسألهم وصامه وأمر بصيامه احتمل ذلك أن يكون ذلك استئلافا لليهود كما استألفهم باستقبال قبلتهم ، ويحتمل غير ذلك . وعلى كل حال فلم يصمه اقتداء بهما ، فإنه كان يصومه قبل ذلك ، وكان ذلك في الوقت الذي يحب فيه موافقة أهل الكتاب فيما لم ينه عنه.
Artinya: “Imam Al-Qurtuby berkata: “Mungkin orang-orang Quraisy dulu menyandarkan puasanya kepada syari’at nabi terdahulu seperti Nabi Ibrahim As, sedangkan puasanya Rosululloh SAW bisa jadi karena kecocokan kepada mereka sebagaimana dalam masalah haji, atau karena Alloh mengizini beliau untuk berpuasa karena itu termasuk pekerjaan yang baik, ketika beliau hijrah dan menemukan orang-orang yahudi berpuasa Asyuro’ kemudian beliau bertanya dan memerintahkan untuk berpuasa maka bisa jadi hal tersebut tujuannya untuk meluluhkan hatinya orang-orang Yahudi sebagaimana Nabi meluluhkan hati mereka dalam masalah kiblat mereka, dan bisa jadi karena hal lainnya. Intinya, Nabi Muhammad SAW berpuasa hari asyuro’ BUKAN sebab dimulai oleh yahudi dan Quraisy, karena sebelumnya nabi sudah berpuasa Asyuro’ dan waktu itu adalah waktu disukainya mencocoki Ahlul Kitab dalam hal-hal yang tidak dilarang”.
Di era digital yang penuh hiruk pikuk dan godaan, momentum puasa ‘Asyura bisa menjadi ruang kontemplasi diri, pembersihan jiwa, dan upaya kita untuk kembali lebih dekat kepada Alloh SWT. Mari hidupkan sunnah Nabi SAW dengan mengamalkan puasa ‘Asyura setiap tanggal 10 Muharram, bahkan lebih baik lagi jika ditambah puasa tanggal 9 nya (Tasu’a), sebagaimana anjuran Rosululloh SAW:
من أحيا سنة من سنتي فعمل بها الناس، كان له مثل أجر من عمل بها، لا ينقص من أجورهم شيئاً
Artinya: “Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun.” (HR. Imam Ibnu Majah)
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.
Game Center
Game News
Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.