darulmaarif.net – Indramayu, 05 Mei 2025 | 16.00 WIB
Di tengah berbagai tantangan pendidikan di Indonesia — dari rendahnya literasi, kesenjangan akses pendidikan, hingga krisis karakter — kita dihadapkan pada pertanyaan mendasar: Apa makna sejati dari pendidikan? Bukan sekadar soal nilai akademik, ijazah, atau gelar, tetapi lebih dalam: tentang misi membentuk manusia seutuhnya.
Untuk menjawab itu, kita perlu menengok ke belakang. Menelusuri jejak filsafat pendidikan dari para pemikir besar sejak Yunani Kuno, dan bagaimana warisan pemikiran tersebut bersambung indah dengan ajaran Islam — khususnya sabda Baginda Nabi Muhammad SAW:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Lafadz Faridlotun bermakna sangat wajib. (Huruf) ta’ marbuthoh nya Faridlotun berfaidah untuk mentaukidi (menekankan).
Hadits ini bukan sekadar seruan keilmuan, tetapi pernyataan filosofis mendalam tentang posisi ilmu dalam membentuk eksistensi manusia.
Filsafat Pendidikan dari Yunani Kuno
Para filsuf Yunani seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles memandang pendidikan sebagai sarana pembebasan manusia dari kebodohan menuju kebenaran.
- Socrates mengajarkan bahwa pendidikan adalah maieutic — seperti bidan yang membantu “melahirkan” kebenaran yang sudah ada dalam diri manusia.
- Plato dalam karyanya The Republic, menegaskan bahwa pendidikan adalah jalan untuk membentuk jiwa yang adil dan rasional. Ia membagi dunia menjadi dua: dunia indrawi dan dunia ide. Pendidikan adalah jembatan dari kedangkalan menuju kebenaran hakiki.
- Aristoteles lebih realistis, menekankan pendidikan sebagai sarana pembentukan kebajikan (virtue) dan karakter mulia (ethos).
Relevansinya dengan pendidikan modern adalah bahwa pendidikan sejatinya bukan hanya transfer informasi, tetapi transformasi diri.
Era Modern dan Kritik atas Pendidikan Materialistik
Di zaman modern, filsuf seperti John Dewey mengembangkan teori pendidikan progresif berbasis pengalaman (experiential learning). Menurutnya, pendidikan harus relevan dengan kehidupan nyata, demokratis, dan membentuk individu yang berpikir kritis.
Namun, banyak kritik muncul terhadap sistem pendidikan modern yang cenderung kapitalistik dan utilitarian — mengejar angka, ranking, dan orientasi pasar, namun melupakan dimensi spiritual, moral, dan makna hidup.
Pendidikan dalam Islam: Ilmu sebagai Ibadah
Berbeda dari filsafat Barat yang seringkali spekulatif, dalam Islam, pendidikan adalah bagian dari tauhid. Ia bukan hanya proses intelektual, tapi juga spiritual.
Dalam kitab Jāmi’ Bayān al-‘Ilm wa Faḍlih karya Ibn ‘Abd al-Barr, dijelaskan bahwa ilmu yang dimaksud mencakup ilmu syar’i dan ilmu duniawi yang mendukung kehidupan umat Islam. Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum al-Din bahkan menyatakan bahwa ilmu adalah jalan paling utama untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT.
Syekh Yusuf al-Qordhowi menambahkan, kewajiban ilmu dalam hadis ini bersifat kolektif dan individual. Ilmu agama wajib untuk setiap individu, sementara ilmu sosial, teknik, kesehatan, dan lainnya adalah fardhu kifayah yang penting bagi kemajuan umat.
Korelasi Hadits Nabi dengan Filsafat Pendidikan
Hadits Nabi tersebut menjadi jawaban bagi kerisauan para filsuf sejak Yunani hingga era modern. Islam bukan hanya menempatkan ilmu sebagai alat, tapi sebagai bentuk ibadah. Ilmu dalam Islam tidak berhenti pada kognisi, tetapi harus melahirkan amal dan akhlak.
Dalam Islam, pendidikan-tidak hanya sebagai pengajaran-tetapi lebih dalam disebut sebagai tarbiyah. Secara bahasa, tarbiyah (تربية) bermakna mendidik, merawat, dan membimbing. Menurut berbagai literatur Arab, tarbiyah memiliki makna pengembangan jasmani, akal, dan jiwa yang dilakukan secara terus-menerus hingga anak didik (mutarabbi) dapat menjadi pribadi yang dewasa, mandiri, dan mampu berperan di masyarakat.
Dalam pemahaman ini, tarbiyah diartikan sebagai sebuah proses yang penuh dengan perhatian dan kasih sayang, serta dilakukan dengan kelembutan dan kebijaksanaan. Seperti yang dijelaskan oleh Al-Maraghy dalam Tafsir Al-Maraghy bahwa tarbiyah mencakup pendidikan dengan hati yang lembut, penuh kasih, dan jauh dari kesan membosankan.
Ini relevan dengan keresahan kita di Indonesia saat ini: bagaimana pendidikan tidak cukup hanya mencetak orang pintar, tapi juga orang yang benar. Masyarakat butuh pemimpin yang berilmu dan berintegritas — bukan hanya cakap secara teknis, tetapi juga memiliki jiwa amanah.
Penutup: Pendidikan sebagai Ibadah Sepanjang Hidup
Maka, ketika Nabi bersabda bahwa menuntut ilmu itu fardlu (wajib), beliau sedang membentuk kesadaran bahwa pendidikan bukan urusan sekolah atau kampus semata, tetapi laku hidup seumur hidup (lifelong learning).
Sebagai umat Islam, mari kita perkuat semangat menuntut ilmu bukan hanya untuk dunia, tapi juga sebagai jalan menuju ridha Alloh. Jadikan setiap ruang, setiap buku, setiap pengalaman, sebagai bagian dari ibadah mencari ilmu.
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Artinya: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Alloh akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Imam Muslim)
Mari dukung gerakan pendidikan Islam yang membebaskan, mencerahkan, dan menginspirasi. Kunjungi terus darulmaarif.net untuk mendapatkan artikel islami, kajian kitab, serta inspirasi pendidikan pesantren berbasis nilai.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.
Game Center
Game News
Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.